Selasa, 25 Oktober 2011

♥ Prince Charming jilid 6 ♥

Aku segera pergi menuju rumah Mona untuk mendapatkan penjelasan darinya, sebelum ku naiki tempat duduk belakang Grand Livina Grey itu, hadphone ku menyiarkan lagu dari Chen Wei-I don’t Want to Know. Ternyata Vicky. Aku menjelaskan bahwa saat ini aku akan pergi ke rumah Mona, saat itu juga ternyata Vicky mengabarkan bahwa Mona baru saja masuk UGD . hadphone tak kuhiraukan tergeletak di atas kaki kanan ku. Aku segera memanggil Pak Chan supir ayahku untuk segera membawa ku pergi Ke Rumah Sakit Cahaya, tempat yang menurutku Mona ada di situ. Kecepatan pak Chan naik saat aku erus menyuruhnya buru-buru. Di tengah perjalanan aku terus menangis, semua pertanyaanku tentang pesan dan keadaan Mona saat ini ada di benakku. Rasanya aku ingin berteriak. Aku ingin memecahkan teka-teki baru ini. Saat itu juga, aku mengerti apa yang dikatakan Mona saat di toilet denganku. Tapi saat itu, ia mengucapkan pilihan/dilema ? apa ini semua ? apakah ada kaitannya dengan Rinda. Entahlah, rasanya aku ngin berteriak dan menenangkan semua kejadian ini. Perjalanan dari rumahku menuju Rumah Sakit Cahaya sekitar 20 menit. Aku terburu-buru turun dari mobil yang membawa ku itu. Hingga meninggalkan handphoneku yang sesaat aku lepaskan tadi. aku segera masuk dengan bertanya pada bagian Receptionist. Belum sempat aku bertanya dadaku sesak, jantung ini. Sakit ini kumat lagi. Tya Tuhan, mengapa ini terjadi di saat genting seperti ini. Aku ingin melihat Mona, tapi mengapa ini terjadi padaku. Saat itu, aku tak tau kejadian apa yang menimpaku lagi.

ruangan berwarna putih, dan suara yang mengatakan “pak, anak bapag mengalami kerusakan jantung. Kerusakan ini terjadi di saat remaja. Mungkin juga, bisa sakit karena keturunan. Rana, harus segera mendapat donor jantung hingga pukul 9 malam nanti. Jika tidak, ada dua kemungkinan. Rana bisa kehilangan nyawa nya saat ini juga, atauu dia bisa sembuh, tapi hidupnya akan terus mengalami penyakit itu dan besar kemungkinan jika ia memiliki anak nanti, akan ada 30% penyakit ini di dalam diri cucu bapak. Maaf pak, saya hanya menjelaskan kemungkinan yang sangat tragis.” Setelah pernyataan lelaki itu aku sudah tak sadarkan diri lagi. Aku tak tau apa yang terjadi dengan diriku setelah itu.

Entah apa yang membuatku tersadar. Di sebelah ku sudah ada ayah, ibu, dan Vicky. Orang-orang yang selalu membuatku nyaman berada disampingku. “ma..” aku mencoba menggerakkan bibirku. Membuka mulut tapi itu susah sekali. Tapi lambat laun hari demi hari aku pun mulai membaik. Mama menceritakan, bahwa aku baru saja di operasi karena ternyata selama ini aku mengidap kerusakan jantung. Vicky, lelaki itu dengan setia menungguiku. Sampai suatu saat aku bertanya dengan mama “ma, siapa org yang telah mendonorkan jantungnya kepadaku ? aku ingin mengucapkan terimakasih padanya, kalaupun skrg ia sudah tidak ada. Aku ingin bertemu dengan keluarganya, aku ingin mengucapkan terimakasih , ma.” Dari perkataanku tadi, aku melihat mata mama mengeluarkan setitik air dari matanya hingg mengenai jari-jari ku, begitu juga dengan Vicky, ia tak berani mentapku dan melap wajahnya dengan tangannya, apakah ia sedang menangis ? “ky, loe kenapa, cloe nangis yaa. Ih cengeng banget sih. Mellow ne ceritanya, gue tu udah sembuh. Mm... entar loe mau kan temenin gue ke rumah keluarga yang udah nyumbangin jantungnya buat gue. Loe mau kan?” aku sumringah melihat anggukan darinya. Aku teringat sesuatu, di mana Mona ? tapi, aku tak berusaha bertanya dengan siapapun. Mungkin, Mona sedang ada di rumah beristrahat. Walaupun aku tidak tau, dia masuk rumah sakit gara-gara apa.

Siang itu, aku putuskan untuk pulang dari rumah sakit. Karena sedingin-dinginnya rumah sakit. Aku merasa tak nyaman di sana. Aku pulang berdua dengan menaiki Mercy putih miliknya. Saat di perjalanan aku menyuruh Vicky untuk pergi mengantarku ke rumah orang yang telah mendonorkan jantungku ini. Akhirnya, setelah 25 menit di perjalanan, kami sampai di ebuah rumah yang tak asing bagiku. Rumah ini rumahMona, sahabat perempuanku. Aku dan Vicky menuruni Mercy putih itu. “ky, qt mau ngapain ke sini, emg.a Mona masih sakit. Kita mau jenguk Mona, ya?” aku terbingung melihat anggukan yang diberikan Vicky. Vicky telah mengetuk pintu rumah Mona. Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah itu. Ternyata mama Mona. Ia langsung seketika itu memelukku, dan menangis dipelukku. Ia mempersilakan aku dan Vicky untuk masuk. Kami duduk di sofa yang tidak begitu kecil, dan di dinding itu terlihat banyak foto Mona. “tante, Mona mana ? kok ga disuruh menemuiku ? aku kan, udah kangen banget sama dia. Aku juga mau kasi tau , kalo aku udah sembuh, tan. aku juga mau, Mona menemaniku pergi ke rumah seseorang yang telah memberikan jantungnya untukku, tan. mana Mona tante ?” aku sangat antuisas, ke antusiasan ku itu, di balas dengan tatapan lemah dari Mama Mona dan Vicky. Akirnya, Mama Mona pergi ke belakang. Mungkin, untuk memanggil Mona agar segera menemuiku. Tapi ternyata tidak. Ia datang dengan membawa sebuah kotak. Dan ia menyuruh aku membuka Kotak Biru itu. Akupun membukanya dengan perlahan. Sebuah surat, album foto, dan sebuah boneka lumba-lumba kecil. Aku mulai membaca perlahan surat itu.

Untuk sahabat terindahku,
Tamara Arlinda Kirana. Hay ran, gimna kabar loe ? gue harap baik-baik terus yaa. Ran, gue minta maaf atas semuanya, gue harus pergi ninggalin loe. Ran, gue sayang sama loe. Loe sahabat gue. Ga ada yang bisa gantiin loe ran.
Ran, kalo gue pergi, gue ttep mau deket sama loe. Makanya loe jaga baik-baik amanah gue yaa. Jaga jantung gue ran. Gue akan terus temenin loe. Loe gausah takut, kalo loe kangen gue. Loe pegang dada loe, loe bakal ngerasa deket sama gue, Rana. Ran, gue pergi dengan tenang. Malah gue bersyukur. Gue ga akan ngebuat luka di hati loe, dengan cara negajauhin loe sama Vicky. Vicky emang cuman cinta sama loe, dan gue gabisa marah sama loe, kalo loe emang hanya mencintai sahabat kita itu.
Loe masih inget kejadian di toilet. Hmm ran, gue sakit ran. Saat itu gue tau, kalo Vicky mencintai sahabat gue. Yaitu elo. Bukan sahabat gue, Rinda. Gue dilema Ran. Gue pengen liat loe bahagia sama Vicky, tapi gue gamau ngianatin Rinda. Kalian sahabat gue. Oyaa, mengenai pesan gue itu. Maaf darling. Itu yang gue rasain, gue dilema. Gue tau gue salah. Tapi cuman itu yang bisa gue tulis, setelah itu masih banyak yang gue mau tulis, tapi tiba-tiba gue udah ga sadarin diri, Ran
Oyaa ran, gue juga tau. Loe liat darah di tissu kan. Itu punya gue ran.
Ran, dengan perginya gue. Gue harap loe bisa jaga diri, Vicky syg loe. Jaga dia yaa. selamat tinggal sayang. Gue akan terus sama loe. Jantung gue, jantung loe. Raga gue lenyap, tapi kenangan kita ga mungkin lenyap kan di hati loe. Bye
Salam terhangat, sahabatmu, Mona Rifka Handayani

Jatuhlah kertas itu dan aku mulai berteriak “enggaaaaaaaaak Monaaaaa, jangan tinggalin gueee, loe jahat Mon” tanpa tersadar air mata berlinang sangat cepat. Hingga membuat ku jatuh kelantai. Aku tak kuat. Jadi, selama ini, Mona tau tentang Vicky. Vicky yang berusaha menenangiku tapi aku terus berontak sampai akhirnya Mama Mona berkata dengan linangan air mata “nak, hik, kamu harus kuaat Mona syg sama kamu nak. 1 tahun belakangan ia mengidap penyakit Leukimia. Ia berusaha mencari donor sumsum tulang belakang. Hingga pada saat.a ia sudah tak dapat tertolong lagi. Aku menangis dan memeluk Vicky. Dalam pelukan itu, aku memukul Vicky dengan lemah. Sampai akhirnya aku tak sadarkan diri.
Katika aku terbangun, aku sadar apa yang telah terjadi padaku. Aku meminta Vicky mengantarku ke ‘rumah’ Mona saat ini. Rumah nyaman Mona. Aku mendatangi pemakaman Mona. Tertuliskan
Mona Rifka Handayani Binti Shaleh
Tanggal Lahir : 28 November 1996
Wafat : 2 Februari 2009
Tepat seminggu yang lalu. Seminggu saat aku berada di rumah sakit dengan terkulai tak berdaya. Ia, telah berada jauh di tempat peristirahatannya yang nyaman. Disana aku mulai menangis lagi, tapi berusaha untuk tidak berteriak. Di sana, aku tak sanggup berkata apa-apa , aku tak kuat untuk membuka bibirku, ataupun hanya sekedar mengucapkan terimakasih.

2 bulan telah berlalu. Begitu juga dengan perginya sahabat tercintaku itu. Tidak banyak kejadian yang kulewatkan. Saat 2 bulan itu, aku dan Vicky m=sibuk untuk mempersiapkan diri kami untuk sekolah baru kami yaitu SMA. Aku dan Vicky memutuskan untuk tidak berada pada satu sekolah. Karenabanyak faktor.
Hari ini, hari pertama masuk sekolah. Dengan seragam putih abu-abu. Yaa, hari ini, hari yang kunanti. Dimana aku memulai hari baru dengan mulai mencari sahabat baru. Di sekolah itu, aku bertemu kembali dengan perempuan cantik yaitu; Rinda. Ia menghampiriku, dan seketika memelukku “Ran, gue harap kita bisa jadi sahabat. Gue mau loe bersedia mengisi kursi Mona di hati loe, begitu juga gue. Gue mau loe ada sebagai sahabat gue seperti Mona. Ran, Mona pasti seneng liat kita bisa jadi sahabat. Gue mau dia bahagia ngeliat kita. Soal Vicky, gue sadar Ran. Selama ini dengan sikap Vicky ke gue. Gue salah menilainya. Maafin gue. Posisi gue saat ini, sama dengan posisi Dafa. Dafa mengajari gue tentang keikhlasan dan ketulusan.gue iklhas kalo loe bisa terus sama Vicky, Ran”. Aku tak kuasa menahan semua anugerah yang diberikan Tuhan padaku saat ini. Dan akupercaya, bahwa Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Dan aku percaya,semuanya indah pada waktunya, tak ada yang tak mungkin jika kita terus berusaha.

Sejak semuanya indah, aku dan Rinda, menjadi teman akrab. Tanpa ada rasa permusuhan sedikitpun. Ternyata, bukan hanya aku, yang diberi surat oleh Mona. Tapi juga, Rinda.

Suatu hari, saat aku berjalan di sebuah pantai. Pantai ini mengingatkan aku dengan Dafa. Yang kabarnya, Dafa bahagia bisa pindah ke Paris. Selain study, membantu ayahnya dalam bisnis. Ia juga bisa melupakan ku. Itulah pengakuannya padaku. Hari ini, aku merasakan ombak begitu bersahabat. Dan gidak lama, terdengar suara dari arah kanan. “hay, apa kabar ? lumba-lumba biruku?” . ia, dia adalah Vicky. Syang selama ini mengerti tentang kehidupanku. Saat itu, pantai menjadi saksi cinta aku dengan Vicky. Di pantai itupun. Ia mengutarakan perasaannya, ingin terus bersamaku, dan tentunya bersama sahabat kami. Mona. Yang berada selama 24 jam denganku. Semuanya berakhir indah. Aku, Rinda, Vicky, dan tentunya Mona.


E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar