Selasa, 25 Oktober 2011

♥ Prince Charming jilid 5 ♥

Tepat pukul 11 malam, beberapa murid telah memasuki tenda mereka masing-masing untuk tidur, ataupun berkumpul bersama dengan teman dekat mereka di dalam tenda. Syifa, Ratna, Mona, dan Fani mereka sudah lama terlelap dalam tidur mereka masing-masing. Hanya aku, yang masih segar dengan earphone di telingaku. Saat jarum jam panjang di angka 4 dan jarum pendek berada di angka 12 aku ingin sekali keluar dan menikmati malam yang kurasa penuh bintang. Akhirnya aku keluar tanpa menggangu tidur pulas teman-temanku itu. Aku memilih untuk duduk atau tepatnya berbaring diatas hijaunan rumput. Aku melihat betapa indahnya bintang yang tersenyum padaku. Aku meras ada yang mengikutiku , “Vicky?” aku melihat Vicky telah berada di belakangku sontak aku terbangun menjadi berdiri untuk memastikannya. Tiba-tiba ia menatapku dan ia memelukku. Memelukku sangat erat. “Tamara Arlinda Kirana gue sayang elo” itulah kata pertama yang aku dengar saat aku berada dalam pelukannya. “ky, lepasin gue ! “ aku berkata dengan nada tinggi tanpa membangunkan orang-orang yang telah terlelap tidur. “maksud loe apa , Hah ? loe gila yaa, loe mau nyari mati , iya ! kalo sampe Dafa tau, loe bakal mati tau ngga.” Nada ku benar-benar marah. Aku tak kuasa menahan semuanya.
“kenapa ? kenapa kalo gue mati, apa loe bakal nangisin gue ? hah ? nggk kan ran. Loe udah ga pernah peduli sama gue. Kalo loe peduli sama gue, loe bakal tau semua yang terjadi di balik skenario ini. Loe bakal tau ran. Tapi apa ? loe ga pernah mengerti apa yang gue rasa selama ini.” Pernyataan itu membuat Vicky hampir terjatuh dan menangis.
“maksud loe ? gue emg gatau apa yang terjadi sama loe dan Rinda. Gue gatau kenapa loe saat itu langsung tutup telfon gue, padahal saat itu gue mau minta penjelasan sama loe tentang hubungan loe sama Rinda, tapi apa ? loe mati’in kn telfon gue.”
“Rinda ? apa maksud loe bilang gue kyg gini gra-gra Rinda?” ia terlihat kebingungan.
“loe jadi ngejauh dari gue, itu semua karena loe butuh waktu untuk lupain Rinda kan. Mkanya gue gamau ganggu loe ky. Cuman itu.” Saat aku lontarkan pendapatku. Vicky kembali menatapku dan mendekat denganku.
“jadi itu semua yang ada di otak loe, haha hebat yaa. Ternyata loe ga sepinter yang gue kira.” Mendengar itu semua mata ku melongo tajam. Tidak lama, Vicky balik badan, dan langsung pergi, sebelum ia pergi jauh. Aku tak mengerti, otak dangerakan sadarku aku membuat dua tangan ku melingkar di pinggang Vicky. Aku telah memeluknya dari belakang. Saat aku merasa aku benar-benar sadar pada saat itu. Aku tak berusaha untuk lepaskan lingkaran tanganku itu. Vicky membalas pelukan ku, ia memegang kedua tanganku dengan kedua tangannya yang besar itu. Ia melepaskan tanganku , lalu berbalik mencium keningku. “Loe Mrs. R gue , ran. Loe masih inget kenapa waktu itu yang dateng ke rumah loe bukan gue tapi Dafa ?” aku mengangguk. Lalu ia melanjutkan penjelasannya “dia sempet nanya sama gue semua hal tentang loe. Gue gabisa nolak Ran, karena waktu itu gue rasa, gue ga ada hak untuk ga ngasi tau sesuatu ke orang yang mau deketin sahabat gue. Akhirnya, saat gue sadar dan tau loe jadian sana Dafa , sakit ran. Sakit hati gue. Dan yang telfon lu pagi-pagi itu gue ran.”

Aku sungguh kaget dan gondok mendengar perkataan sahabat lelaki ku itu. “maksud loe? Jadi selama ini loe? Mmm tapi loe mau balikan kan sama Rinda, buktinya tadi loe nyanyiin lagu buat Rinda. Gue yakin ky, perasaan loe sama gue itu kyg angin doang ya hehee loe kan sahabat forever gue.” Aku membuat situasi menjadi akrab dengan candaanku. Tapi blasan Vicky tambah membuatku kaget “Mrs. R, bukan Rinda tapi Rana.” Ia melihatku tajam. Saat itu, tiba-tiba dadaku kembali sesak, aku hampir terjatuh tapi tidak saat Vicky menangkapku dan membawaku kembali ke tenda sambil berteriak. “paaak, bu, Rana bu pak. Ran, loe kenapa ran. Ranaaaaa”. Lalu semua orang yang tadinya terlelap di dalam tenda masing-masing keluar dan memberi pertolongan padaku. Aku tak tau apa yang terjadi denganku saat itu. Bayangan gelap dan saat ku buka mataku, hari sepertinya telah pagi, aku mulai mencoba untuk bangun. Aku melihat Mona menungguiku dan sepertinya tideak tidur semalaman, karenan matanya terlihat sembab. “Mon..” aku memanggilnya. “ia , ia Ran. Loe udah bangun? Semalem loe pingsan jadi gue nungguin loe. Loe udah ngga apa-apakan ?” mona terlihat khawatir denganku. “ia Monaa, gue ga apa-apa. Thengs yaa, loe udah mau nungguin gue. Pasti loe ga sempet tidur kan, nungguin gue.
“loe apa’an sih. Gue kan sahabat loe, udah kewajiban gue jagain loe. Lagian, gue ga sendiri nungguin loe, diluar Vicky juga nungguin loe. Loe ada apa semalem keluar Ran? Bareng Vicky , ya ?”
“ng.. anu oh ya ? Vicky di luar ?” aku mencoba melihat.
“barusan dia izin sama gue mau cari air bersih buat mandi” Mona menjelaskan. Akupun kembali berbaring, saat Mona izin denganku untuk keluar sebentar. Aku menyimak setiap kata yang dilontarkan oleh Vicky. Tiba-tiba “kenapa gada sosok Dafa saat kejadian semalam” aku melontarkan kata Dafa. Dafa tidak melihatku , apa ia tidak khawatir denganku ? . aku memutuskan untuk keluar tenda. Sebelum aku keluar, aku melihat ada darah di atas tisuu. Aku mencoba memastikan, apakah itu darah apa bukan. Ternyata ya, itu darah. Aku tak tau siapa pemilik tissu itu. Akhirnya, aku mengabaikannya.
Pukul 2 siang, kami bersiap untuk kembali pulang. Aku sempatkan mencari Dafa, aku melihatnya sedang duduk di bawah rindangnya pepohonan hijau. “Dafa” aku mencoba mendekati. Dafa berbalik arah ke hadapanku, ia terlihat sedang menangis. Aku mencoba bertany, namun ia malah memelukku, dan mengajakku untuk pergi ke bus. Karena bus akan bersiap untuk berangkat. Aku tak tau apa maksud pelukkan Dafa itu.

1 bulan telah berlalu

Tidak banyak kejadian yang terjadi dalam kehidupanku. Vicky, ia masih saja menjauhiku bahkan setelah kejadian di tempat wisata saat itu. Dafa pun menjadi aneh, ia tidak terlalu sering menghubungiku. Tapi, mungkin itu wajar karena saat itu kami sedang menjalani UAN untuk jenjang SMA. Mungkin Dafa dan Vicky ingin konsentrasi dengan Ujian saat itu.
Kini, ujian telah berlalu dan aku di terima di salah satu sekolah yang selama ini aku impikan. Aku tidak tau dengan nasib Dafa, dan Vicky. Soal Mona, aku tau dia juga diterima di salah satu SMA favorit. Sedangkan Rinda, yang aku tau ia satu sekolah denganku. Aku tak menyangka, akan satu sekolah lagi dengannya. Aku senang, tapi juga sedih. Aku merasa telah membohonginya dengan mempunyai perasaan lebih dengan mantannya yaitu sahabtaku sendiri. Aku sadar, itu akan menjadi boomerang bagi diriku sendiri.
Hari ini, aku berdiri di atas sebuah gedung tinggi, hanya untuk merasakan indahnya dunia, dengan sejuknya angin yang membuat rambut-rambutku berterbangan. Akupun merasa lebih dekat dengan langit biru.  Sesak itu, detakan jantung ini. Aku mendengar hentakkan kaki terarah padaku. Aku berbalik ke arah hentakkan kaki itu. Dafa. Dafa yang ada di hadapanku saat ini. “dafa? Loe ngapain ke sini ? kok elo ?” .
“Ran, gue tau selama ini, gue bukan orang yang tepat buat loe. Gue selalu mimpi untuk terus bersanding sama loe, ran. Hmm tapi itu hanya mimpi yang mungkin gue rasa ga pernah bisa terkabul.” Dafa menyatakan itu semua dengan membelakangiku. Lalu ia melanjutkan pembicaraanny tadi. yang sempat terpotong dengan tawa kecilnya. “ran, gue mau loe bahagia sama pilihan loe. Bukan pilihan semu biasa. Pilihan adalah masa depan ran. Loe ga bisa main-main dengan pilihan loe. Ran, Vicky yang terbaik buat loe. Gue tau dia cowok yang selama ini syg sama loe, dan yang loe sayang kan. Not me.” Saat ini ia mulai berbalik ke hadapan ku saat aku bertanay darimna ia yakin semua tentang itu. “gue cari tau semua sama Vicky. Pertama waktu gue dateng ke rumah loe, buat jemput loe. Gue tau dari Vicky. Trus semua sureprise yang gue buat , buat elo, termasuk waktu ke pantai dengan kerikil hati dan boneka lumba-lumba biru. Itu semua ide dari Vicky, Ran. Ternyata cinta Vicky lebih besar daripada cinta gue ke elo Ran. Waktu di perkemahan, malem-malem gue sempet liat elo semua kejadian elo sama Vicky. Gue denger semua Ran.” (sambil memegangi kedua lenganku). Aku tak kuasa menahan air mata itu. “yang loe harus lakuin sekarang, pergi Ran, pergi temui Vicky. Bilang, kalo loe juga syg sama dy. Loe butuh dia.” Aku ikut terpana dengan perkataan Dafa. “tapi fa, gmna sama..” . belum aku selesai melanjutkan kata-kata ku. Dafa tau apa yang telah aku fikirkan “loe gue kasih kebebasan untuk cari cinta sejati loe. Gue mau liat loe bahagia. Hari ini, gue lepasin ikatan antara kita. Gue kasi loe kebebasan.” Lalu ia mencium keningku. Dan membiarkanku berlari.

Aku datang menemui Vicky ke rumahnya, ternyata ia tak ada di rumah. Kata kakak nya, ia sedang ada di taman dekat rumah mereka. Aku berlari menemui Vicky yang sedang duduk di tepi taman dengan tatapan kosong, dan kedua tangan yang ia taruh di atas kepalanya. “Loe nunggu gue ya? Gue disini buat loe. Apa ada yang lain, loe tunggu ?” senyumku melebar. Ia berdiri, dan mendekat padaku, “Ran ? maksud loe, gue?”. Aku langsung memeluk lelaki yang aku cintai itu. Yaa, lelaki itu yang selama ini aku cari. Lelaki yang tau segalanya tentang ku. Lelaki yang dapat memahamiku.
“Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.iya kan ?”
“Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan” . aku membalas perkataan lelaki itu. Akhirnya hari itu, aku merasa teka-teki misteri itu terpecahkan sudah.

Malam ini, hatiku terasa tentram. Handphoneku kembali mengeluarkan lagu dari Angela Zhang-Bu Xiang dong de 2x . ternyata benra, 2 pesan masuk. Pesan yang pertama dari Dafa. Ia mengatakan, bahwa ia telah berangkat ke Paris untuk melanjutkan study nya di sana. Dan ia juga berkata, bahwa ia sebelumnya telah bertemu dengan Vicky dan mengatakan semuanya. Aku cukup sedih ternyata tadi adalah pertemuan terakhir ku di Indonesia dengannya. Tapi aku bahagia telah menjadi bagian dari hidupnya. Aku kemabali tersenyum. Setelah ku balas pesan dari Dafa tadi, saatnya ku membuka sms dari Mona. Isinya cukup mengagetkanku.

Ran, gue mohon sama loe. Lepasin Vicky. Gue tau loe sayang sama dya. Tapi gue mohon Ran, hargai posisi gue sebagai sahabtanya Rinda. Tolong ran, gue sangat minta sama loe. Thanks :)

seperti di hantam batu besar aku gondok dan lemah mendengar perkataan Mona tadi. jadi selama ini ?

 To be continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar